JAKARTA – MB1 || Menjadi pemimpin ideal tidaklah mudah, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir filosofis dan jiwa kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin harus pula mampu menyelami apa yang diinginkan dan dirindukan rakyat yang dipimpinnya, menjauhkan dari kepentingan-kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompoknya hanya untuk melanggengkan kekuasaan.
Pemimpin harus bisa membawa kedamaian. Perdamaian tidak akan dapat dicapai secara instan, tapi diperlukan proses yang berkelanjutan agar semakin tumbuh dan berkembangannya keharmonisan dan keselarasan hidup. Jika tidak ada perdamaian maka kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi dan politik juga tidak mungkin tercapai. Ini berarti sikap toleransi, keharmonisan dan kerjasama sosial antar masyarakat merupakan dasar bahkan landasan utama dari perdamaian.
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, penuh toleransi, dan sikap saling menghormati antar penduduknya. Kesadaran toleransi antar unsur yang berbeda dalam masyarakat tercermin dalam Bhinneka Tunggal Ika. Toleransi menjadi salah satu nilai karakter berdasarkan budaya bangsa.
Pemimpin yang amanah membawa perdamaian untuk bangsa dan negara dilihat dari sudut pandang spiritualitas ada makna yang dalam, ketika seseorang itu menduduki jabatan publik. Ketika jabatan publik itu melekat, sebenarnya mereka telah memegang amanah sebagai seorang pemimpin.
Pemimpin yang memegang amanah dapat dilihat sejak seseorang itu berproses untuk mendapatkan jabatan publik. Bagi orang yang menggengam amanah, tentu awalnya tidak berambisi menginginkan jabatan publik. Tapi kalau banyak orang mempercayakan tugas-tugas kepemimpinan, maka dia sanggup menerima kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Kesanggupan seorang pemimpin amanah terus direalisasikan dengan tanggung jawab saat menjalankan kepemimpinannya. Tanggung jawab dalam arti mampu melaksanakan tugas dengan baik, sehingga di bawah kepemimpinannya lingkungan menjadi lebih sejuk, masyrakat menjadi damai, tidak gaduh hanya karena kepentingan politik untuk melanggengkan kekuasaan.
Selanjutnya pemimpin amanah dapat dipercaya saat menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin yang layak dipercaya apabila jujur, adil, dan selaras antara kata yang diucapkan dengan tindakan yang dilakukan.
Dan pemimpin yang amanah mampu mengutamakan kepentingan publik dibanding dengan kepentingkan pribadi. Maksudnya adalah seorang pemimpin amanah akan berani melakukan tindakan tidak popular. Dia tidak tega melakukan tipu muslihat dan tidak lagi berpikir periode mendatang harus menjabat lagi. Jika tindakan yang dijalankan memberi kemaslahatan banyak orang dan demi kepentingan publik, dia akan berani ambil keputusan, meski resiko akan dicerca banyak orang dan berdampak negatif bagi citra dirinya.
Sekarang masalahnya apakah idealisasi mengenai pemimpin amanah itu tertancap di kalbu para pemimpin kita ? Rasanya masih sedikit pemimpin di negeri ini yang memiliki kemampuan moral menjadi pemimpin amanah.
Barangkali publik menyaksikan anggota dewan yang seharusnya membela dan melindungi kepentingan rakyat, justru mendzalimi rakyat. Ini dibuktikan tidak sedikit dari anggota dewan yang tersandung korupsi untuk menggelembungkan rekening pribadi.
Sama halnya dengan pejabat publik lain di jajaran eksekutif dari daerah sampai pusat, pidato politik yang disampaikan saat kampanye ternyata hanya menjadi slogan kosong. Sebagian diantara mereka telah bertindak tidak jujur. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan banyak kecurangan pemimpin eksekutif dengan menyelewengkan uang negara untuk menumpuk kekayaan sendiri.
Perilaku politik mereka juga jauh dari ciri-ciri sebagai pemimpin amanah. Sepak terjang mereka untuk meraih posisi kadang meninggalkan etika dan nilai moral. Pintu hati mereka sudah tertutup syahwat untuk meraih kekuasaan. Akibatnya rakyat hanya sebagai objek dan program-program yang dijalankan sebatas menjadi komoditas yang digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih tujuan sempit sekedar mempertahankan jabatan.
Akibatnya ketika ada pemimpin baru yang menduduki posisi tertentu, keadaan di lapangan tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal. Biaya pendidikan tak terjangkau. Lapangan pekerjaan semakin sempit. Kondisi ini membuat rakyat tetap didera kesulitan hidup. Sehingga ada pemimpin atau tidak ada pemimpin sama saja, rakyat tetap sengsara.
Kondisi memprihatinkan masih minimnya pemimpin amanah tak boleh dibiarkan. Segenap elemen bangsa perlu mencari formulasi untuk menumbuhkan pemimpin amanah. Kalau tidak ada upaya kaderisasi untuk menyemai bibit unggul pemimpin amanah, kita tunggu saja retaknya bangsa ini.
Referensi memilih pemimpin di pilpres 2024 :
Kontestasi Pilpres 2024 kian hari semakin dekat. Sebagai bangsa yang besar, tentu kita sangat merindukan pemimpin yang bisa mengantarkan seluruh rakyat Indonesia menuju sejahtera lahir batin, murah sandang, murah pangan dan murah papan.
Memilih presiden bukanlah sekedar persoalan mencoblos di bilik suara, namun lebih dari itu memilih presiden adalah proses memilih pemimpin ideal yang menentukan arah masa depan bangsa.
Dalam Serat Sastra Gendhing dijelaskan perihal falsafah kepemimpinan Jawa yang diterapkan oleh Sultan Agung semalam melaksanakan tugas sebagai raja di kasultanan Mataram. Dalam menjalankan kepemimpinannya Sultan Agung berpedoman pada hal yang menjadi rujukan untuk menjadi pemimpin yang amanah.
Pertama, bahwa pemimpin harus berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan bawahan maupun rakyatnya berdasarkan prinsip-prinsip kemandirian.
Dengan demikian, dalam Pilpres 2024 nanti kita perlu memilih pemimpin yang berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan baik, agar nantinya dalam mengambil setiap keputusan seorang presiden tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun karena telah memiliki pendirian yang kuat dan data-data pendukung yang akurat.
Kedua, seorang pemimpin hendaklah berada di depan untuk memberikan suri teladan kepada bawahan dan rakyatnya dalam membela kebenaran dan menegakkan keadilan.
Dalam islam juga diajarkan bahwa keteladanan tak mungkin ada tanpa adanya sifat saleh yang terpatri dalam jiwa seorang pemimpin.
Maka dari itu, dalam Pilpres kali ini kita harus memilih presiden yang bisa menjadi teladan kita dalam bertindak dan berperilaku. Jangan hanya presiden yang pintar berbicara dan beretorika tanpa ada tindakan konkret yang dilakukannya.
Seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat di dalam menghimpun segala potensi yang dimiliki negara demi kemakmuran, kesejahteraan dan keluhuran martabat bangsa.
Seorang pemimpin harus berperan sebagai pelestari dan pengembang budaya, pelopor pencerahan ilmu, dan mampu mendatangkan kebahagiaan bagi rakyatnya. Hal itu karena budaya dan ilmu merupakan media untuk membangun karakter dan intelektual masyarakat.
(Red MB1)
More Stories
Drs Eddy Binendyk Apresiasi Kepemimpinan Walikota Dan Wakil Walikota Manado “Infrastruktur Semakin Baik”
Seminar Sehari Penanganan Konflik Sosial
Progres Pembangunan Ruang Praktik Siswa, SMKS Kristen YPKM Manado ” Tahap Finishing, Target 15 Desember Tuntas