November 22, 2024

Membongkar Masuknya Rokok Ilegal di Bangka Belitung: Pengawasan Lemah atau Keterlibatan Oknum Bea & Cukai 

BANGKA BELITUNG, MB1 II Maraknya peredaran rokok ilegal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menjadi isu serius yang mencuat ke permukaan, membawa konsekuensi negatif baik dari segi ekonomi maupun hukum.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan oleh pihak Bea dan Cukai serta potensi keterlibatan oknum dalam aparat penegak hukum.

Dengan banyaknya toko di Pangkalpinang yang secara terbuka menjual rokok ilegal dengan pita cukai yang tidak sesuai peruntukannya, tampaknya ada celah besar dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum.

Potret Pengawasan Bea & Cukai

Pengawasan Bea dan Cukai seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencegah masuknya barang-barang ilegal ke dalam wilayah Indonesia, termasuk rokok ilegal. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kelemahan serius dalam pengawasan ini.

Tidak hanya dalam pengawasan di pelabuhan dan titik masuk lainnya, tetapi juga dalam pemantauan distribusi di pasar lokal.

Adanya toko-toko yang secara terbuka menjual rokok dengan pita cukai yang tidak sesuai, seperti merek HELIUM jenis SKM (sigaret kretek mesin), adalah bukti nyata dari lemahnya pengawasan ini.

Dugaan Keterlibatan Oknum Bea & Cukai

Lemahnya pengawasan ini memicu spekulasi mengenai kemungkinan keterlibatan oknum Bea dan Cukai. Dugaan ini tidaklah mengada-ada, mengingat banyaknya kasus serupa di berbagai daerah di Indonesia.

Adanya oknum yang bermain mata dengan pelaku peredaran rokok ilegal tentu akan sangat merugikan negara dari segi penerimaan cukai dan juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

Kerugian Ekonomi

Kerugian ekonomi akibat peredaran rokok ilegal sangatlah besar. Berdasarkan perhitungan tarif cukai rokok SKM I sebesar Rp1.231 per batang, maka untuk setiap bungkus rokok yang terdiri dari 12 batang, nilai cukai yang seharusnya dibayar adalah Rp14.772.

Dengan banyaknya rokok ilegal yang beredar tanpa membayar cukai yang semestinya, negara kehilangan potensi penerimaan yang signifikan. Tidak hanya itu, pajak rokok yang juga mencapai 10% dari nilai cukai turut tidak dibayarkan, menambah besar kerugian negara.

Kerugian Sosial dan Hukum

Selain kerugian ekonomi, peredaran rokok ilegal juga berdampak negatif pada masyarakat. Rokok ilegal seringkali tidak melalui proses pengawasan kualitas yang ketat, sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Dari sisi hukum, sanksi yang dikenakan terhadap pelanggar cukup berat, dengan ancaman pidana penjara hingga 8 tahun dan denda mencapai 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Namun, lemahnya penindakan hukum terhadap pelaku peredaran rokok ilegal di Bangka Belitung menambah panjang daftar masalah yang harus segera diatasi.

Penindakan yang Tumpul

Penindakan hukum yang tumpul terhadap peredaran rokok ilegal di Bangka Belitung menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Meski undang-undang telah mengatur sanksi pidana yang tegas, implementasinya di lapangan masih jauh dari harapan.

Pasal 55 dan Pasal 58 UU Cukai yang mengatur mengenai sanksi terhadap pemalsuan dan penggunaan pita cukai bekas, serta penggunaan pita cukai yang tidak sesuai peruntukannya, seringkali tidak diterapkan dengan maksimal.

Penyebab Lemahnya Penindakan

Beberapa faktor dapat menjadi penyebab lemahnya penindakan ini. Pertama, adanya dugaan keterlibatan oknum dalam aparat penegak hukum yang seharusnya menindak tegas pelaku.

Kedua, korupsi dan kolusi yang masih marak dalam birokrasi menjadi penghambat serius dalam penegakan hukum yang adil dan tegas. Ketiga, kurangnya koordinasi antara berbagai lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Bea Cukai juga turut berkontribusi terhadap lemahnya penindakan terhadap peredaran rokok ilegal.

Solusi dan Rekomendasi

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret yang dapat mengembalikan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara efektif. Berikut beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan:

1. Penguatan Pengawasan: Bea dan Cukai harus meningkatkan pengawasan di titik-titik masuk, termasuk pelabuhan dan bandara. Penggunaan teknologi seperti sistem pemantauan real-time dan alat deteksi canggih harus dioptimalkan untuk mencegah masuknya rokok ilegal.

2. Reformasi Birokrasi: Reformasi birokrasi dalam tubuh Bea dan Cukai serta aparat penegak hukum lainnya harus dilakukan untuk menghilangkan praktik korupsi dan kolusi. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap tindakan.

3. Peningkatan Koordinasi: Kerjasama antara berbagai lembaga penegak hukum harus ditingkatkan. Dibentuknya satuan tugas khusus yang terdiri dari berbagai elemen penegak hukum dapat menjadi solusi efektif dalam menangani kasus peredaran rokok ilegal.

4. Edukasi dan Sosialisasi: Edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya rokok ilegal dan pentingnya mematuhi aturan cukai harus terus digalakkan. Kampanye kesadaran publik dapat membantu mengurangi permintaan terhadap rokok ilegal.

5. Penindakan Hukum yang Tegas: Penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu harus diterapkan. Pelaku peredaran rokok ilegal harus diberikan sanksi yang sesuai dengan undang-undang untuk memberikan efek jera.

Maraknya peredaran rokok ilegal di Bangka Belitung mencerminkan adanya kelemahan serius dalam pengawasan dan penegakan hukum. Dugaan keterlibatan oknum Bea dan Cukai serta lemahnya tindakan penegakan hukum menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.

Dengan langkah-langkah konkret dan kerjasama yang baik antara berbagai pihak, diharapkan peredaran rokok ilegal dapat diminimalisir dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat dipulihkan.

Sebagai warga negara yang bijak, mematuhi aturan dan menjauhi rokok ilegal adalah kontribusi nyata dalam mendukung upaya pemerintah dan menjaga kesejahteraan bersama.

 

 

 

 

(Sumber,KBO,Babel)