Juni 29, 2025

Oknum Polisi di Bangka Belitung Diduga LGBT & Perkosa Tahanan, Transparansi Polri Dipertanyakan

PANGKALPINANG, MB1 II Kepercayaan publik terhadap institusi Polri, yang selama ini dikenal dengan semboyan “Siap Melayani, Mengayomi, dan Melindungi,” kini tengah diuji. Berbagai kritikan masyarakat terkait perilaku sejumlah oknum polisi yang melakukan tindakan tidak terpuji dan melanggar hukum telah mencoreng nama baik institusi ini. Perilaku oknum yang membekingi praktik ilegal, memihak pada kepentingan tertentu dengan merekayasa atau menutupi peristiwa pidana, hingga tindakan lainnya, seperti yang terlihat pada kasus Vina dan kasus-kasus serupa, membuat kepercayaan publik merosot tajam. Rabu (26/6/2024)

Seharusnya, peristiwa yang merusak citra dan mencoreng nama baik Polri oleh oknum anggotanya tidak perlu ditutupi.

Sebaliknya, dengan memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada publik, Polri dapat menunjukkan sikap terbuka, transparan, dan profesional dalam menindak tegas anggotanya yang melanggar.

Namun, di wilayah hukum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tampaknya peristiwa tersebut justru disembunyikan.

Beberapa pekan lalu, 11 oknum anggota polisi dari satuan Polres Bangka Barat, DitLantas, Dit Sabhara, dan Ditkrimum Polda Kep Babel sempat diperiksa oleh Dokes & Propam. Mereka diduga terlibat dalam jaringan LGBT (penyuka sesama jenis).

Dari 11 oknum tersebut, dua di antaranya adalah perwira menengah (Pamen) berpangkat Kombes dan AKBP, sementara sisanya berpangkat Brigadir.

Publik tidak diberi akses untuk mengetahui perkembangan kasus ini serta sanksi apa yang dikenakan kepada 11 oknum tersebut.

Informasi mengenai kebenaran peristiwa ini masih menjadi misteri. Apakah tuduhan ini benar atau tidak, masyarakat belum mendapatkan jawaban yang jelas.

Kasus lainnya yang seolah-olah ditutupi adalah pemerkosaan yang dilakukan oleh Bripda RA, oknum anggota Polresta Pangkalpinang dari satuan Propam Polresta Pangkalpinang.

Beberapa pekan lalu, Bripda RA dilaporkan memperkosa seorang tahanan perempuan berinisial Z (30) di Mapolres Kota Pangkalpinang. Saat itu, Z ditahan dalam kasus tindak pidana human trafficking/prostitusi sebagai mucikari.

Namun, publik juga tidak diberi akses untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus ini serta sanksi yang diterima oleh Bripda RA.

Pelaku Bripda RA seperti dilindungi tidak dikenakan sanksi penahanan, sementara korban Z langsung dipindahkan ke Lapas Perempuan Kota Pangkalpinang.

Rumor berkembang bahwa Bripda RA adalah anak seorang anggota DPRD di Babel yang memiliki koneksi kuat dengan pejabat di Polda Babel, sehingga perbuatannya seolah-olah ditutupi dan tidak tersentuh oleh hukum.

Kejadian-kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas Polri, khususnya di wilayah hukum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Bagaimana mungkin institusi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru menutupi kesalahan oknum-oknumnya sendiri?

Polda Bangka Belitung harus menjawab beberapa pertanyaan penting: Apakah mereka mengetahui peristiwa-peristiwa tersebut?

Apakah sudah dilakukan pemeriksaan terhadap Bripda RA dan 11 oknum polisi lainnya? Apa sanksi yang akan dikenakan kepada mereka jika terbukti bersalah?

Transparansi dalam penanganan kasus-kasus ini sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap Polri.

Tanpa adanya keterbukaan, masyarakat akan terus meragukan integritas dan komitmen Polri dalam menegakkan hukum secara adil dan tegas.

Dalam era informasi yang semakin terbuka ini, menutupi kebenaran hanya akan menambah ketidakpercayaan dan kekecewaan publik.

Polri, khususnya Polda Bangka Belitung, harus bersikap lebih transparan dan memberikan informasi yang jelas kepada publik mengenai perkembangan kasus-kasus ini.

Hanya dengan begitu, Polri dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar siap melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat sesuai dengan semboyannya.

Lebih jauh lagi, penanganan kasus-kasus ini harus menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan introspeksi dan pembenahan internal.

Setiap anggota Polri harus menyadari bahwa tindakan mereka mencerminkan institusi secara keseluruhan. Kejadian-kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga bagi institusi Polri untuk terus memperbaiki diri dan memastikan bahwa setiap anggotanya mematuhi hukum dan etika profesi yang berlaku.

Tidak cukup hanya dengan menindak oknum yang bersalah, Polri juga harus mengedukasi anggotanya mengenai pentingnya integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.

Program pelatihan dan pengawasan yang ketat harus diterapkan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

Selain itu, Polri juga harus bekerja sama dengan lembaga independen untuk memastikan bahwa setiap kasus pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya ditangani secara objektif dan transparan.

Tindakan tegas dan transparan dalam menindak oknum polisi yang melanggar hukum tidak hanya akan membantu memulihkan kepercayaan publik, tetapi juga akan memperkuat posisi Polri sebagai lembaga penegak hukum yang profesional dan dapat diandalkan.

Polri harus menunjukkan bahwa mereka tidak akan mentolerir tindakan tidak terpuji dari anggotanya dan akan selalu berkomitmen untuk melindungi dan melayani masyarakat dengan integritas yang tinggi.

Publik, sebagai pihak yang dilindungi oleh Polri, berhak mengetahui setiap perkembangan dalam penanganan kasus yang melibatkan oknum polisi.

Transparansi dalam penanganan kasus-kasus ini akan menjadi bukti nyata bahwa Polri benar-benar serius dalam menjalankan tugasnya dengan jujur dan adil.

Hanya dengan demikian, Polri dapat kembali meraih kepercayaan dan dukungan penuh dari masyarakat.

Masyarakat juga harus terus bersikap kritis dan aktif dalam mengawasi kinerja Polri. Dukungan dari media dan lembaga swadaya masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa Polri tetap berada di jalur yang benar dalam menjalankan tugasnya.

Sinergi antara Polri, media, dan masyarakat akan menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi semua pihak.

Dengan transparansi dan akuntabilitas yang ditingkatkan, Polri dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar siap melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat sesuai dengan semboyannya.

Kejadian-kejadian ini harus menjadi momentum bagi Polri untuk memperbaiki diri dan membangun kembali kepercayaan publik yang telah hilang.

Hanya dengan komitmen yang kuat dan tindakan nyata, Polri dapat menjadi institusi yang dihormati dan diandalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Sampai berita dipublish jejaring media KBO Babel sudah melakukan konfirmasi kepada pejabat polisi terkait seperti Kabid Humas Polda Bangka Belitung dan Kapolres Kota Pangkalpinang, namun sayangnya tidak ada jawaban atau klarifikasi atas konfirmasi yang disampaikan

 

 

 

(KBO Babel)