PANGKALPINANG, MB1 II Skandal proyek pembangunan pagar Daerah Keamanan Terbatas (DKT) Bandara Depati Amir kembali mencuat ke permukaan. Proyek senilai Rp2,8 miliar yang dikerjakan pada 2023 ini belum juga menemukan kejelasan hukum maupun penyelesaian administratif. Ironisnya, alih-alih transparan, pihak pengelola justru menutup rapat-rapat pintu klarifikasi, menambah kecurigaan publik akan adanya permainan anggaran. Selasa (3/5/2025).
Dalam upaya mencari solusi damai, Edi Irawan—pihak yang merasa paling dirugikan dalam proyek tersebut—pada Senin (2/6/2025), mendatangi langsung kantor manajemen PT Angkasa Pura II Bandara Depati Amir.
Tujuannya jelas: menyampaikan keluhan dan meminta kejelasan terhadap hak-haknya yang diduga terabaikan selama proses pengadaan dan pelaksanaan proyek DKT.
Namun harapan itu kandas. General Manager (GM) PT Angkasa Pura II Bandara Depati Amir memilih bungkam. Tidak ada sambutan, tidak ada penjelasan. Audiensi yang diajukan secara resmi ditolak tanpa alasan yang transparan.
Edi hanya diterima oleh seorang staf bagian Human Capital Business Partner and General Service, Rendy, yang menyatakan bahwa persoalan ini akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan bagian legal kantor pusat AP II.
Sikap tertutup ini bukan hanya dianggap sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab, tetapi juga memperkuat dugaan publik bahwa ada upaya sistematis menutupi penyimpangan anggaran dan prosedur pengadaan yang tak sesuai aturan.
Melawan Bungkam dengan Jalur Hukum
Merasa tak didengar dan diabaikan, Edi akhirnya menempuh jalur hukum dan administratif. Ia resmi melaporkan kasus ini ke Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Dalam laporannya, ia menuding telah terjadi maladministrasi, yang mencakup:
• Tidak adanya verifikasi alat yang digunakan dalam proses lelang;
• Minimnya transparansi informasi publik sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP);
• Penolakan dari pejabat publik (GM) untuk memberikan klarifikasi;
• Potensi penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan dalam struktur manajemen proyek.
Langkah ini bukan semata-mata untuk membela kepentingan pribadi, tapi juga menjadi representasi dari upaya memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas di lingkungan BUMN, yang seharusnya menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang bersih.
Kerangka Hukum yang Dilanggar
Bila mencermati jalannya kasus ini, setidaknya terdapat empat kerangka hukum nasional yang diduga telah dilanggar:
1. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik untuk memberikan informasi kepada siapa pun yang memintanya, serta memberikan sanksi administratif jika menolak tanpa dasar hukum.
2. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menjamin hak warga negara mendapatkan pelayanan publik yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mencakup penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara akibat pengadaan fiktif.
4. Permen BUMN No. PER-1/MBU/2011 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG), yang secara tegas mewajibkan BUMN menjalankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan bebas dari konflik kepentingan.
Desakan Audit dan Pemanggilan Pejabat Terkait
Dalam laporannya ke Ombudsman, Edi juga menyertakan sejumlah tuntutan agar proses penegakan keadilan berjalan objektif dan menyeluruh, di antaranya:
1. Pemanggilan resmi terhadap GM dan pejabat yang terlibat, guna dimintai keterangan secara terbuka dan akuntabel.
2. Audit forensik terhadap seluruh proses pengadaan proyek pagar DKT, guna menelusuri potensi kerugian negara atau adanya persekongkolan dalam proses lelang.
3. Pemeriksaan oleh Komisi Informasi Daerah (KID) terhadap kepatuhan PT Angkasa Pura II dalam menerapkan prinsip keterbukaan informasi publik.
4. Sanksi administratif terhadap pejabat publik yang terbukti menghalangi akses informasi, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Menanti Keberanian dan Integritas
Kasus ini seharusnya menjadi momentum pembenahan internal bagi PT Angkasa Pura II, bukan sebaliknya menampilkan wajah BUMN yang anti-kritik dan alergi transparansi.
Dalam konteks reformasi birokrasi dan pelayanan publik yang dicanangkan pemerintah, bungkamnya GM justru menjadi preseden buruk yang melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga strategis seperti bandara.
Hingga berita ini diturunkan, awak media jejaring KBO Babel masih berupaya menghubungi manajemen PT Angkasa Pura II Bandara Depati Amir untuk memperoleh klarifikasi resmi.
Sayangnya, respons yang diberikan masih sebatas diam yang membisu. Kini, publik menanti: apakah Ombudsman akan membuka tabir yang selama ini ditutup rapat?
(Sumber (KBO Babel)
More Stories
Jadi Panutan, Basit Cinda Dapat Dukungan dari Musisi Jalanan
Bank Sulutgo Rayakan HUT Ke 64 Secara Sederhana Dengan Doa Dan Ucapan Syukur “Inovasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah”
Sah! Saprowi, S.H Resmi Nahkodai PAC GP Ansor Parungpanjang Periode 2025 – 2028