KOTA BEKASI, MB1 II Hasil uji laboratorium resmi PAM JAYA terhadap air pelanggan Perumda Tirta Patriot Kota Bekasi mengungkap fakta mengejutkan. Air yang selama ini dikonsumsi warga ternyata tidak memenuhi baku mutu nasional air minum, Jumat (07/11).
Kekeruhan air tercatat mencapai 33,8 NTU, melebihi 10 kali lipat batas aman maksimal 3 NTU, sementara kandungan Total Coliform ditemukan sebesar 6 CFU/100 mL, padahal seharusnya 0 CFU/100 mL.
Temuan itu mengindikasikan air yang disalurkan ke pelanggan tidak layak konsumsi dan berpotensi menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, serta infeksi bakteri.
Namun, di tengah kondisi tersebut, biaya operasional pengolahan air justru melonjak hingga miliaran rupiah.

Ketua Umum Pemuda Peduli Air Minum Indonesia (PPAMI), Garisah Idharul Haq. S, menegaskan hasil laboratorium itu bukan sekadar temuan teknis, tapi juga indikasi pelanggaran serius terhadap regulasi nasional.
“Kualitas air seperti ini jelas bertentangan dengan Permenkes Nomor 2 Tahun 2023 tentang Kualitas Air Minum dan Air Baku, serta PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ketika perusahaan daerah tetap memperjualbelikan air yang tidak memenuhi standar, itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum,” ujar Garisah di Bekasi.
Atas dasar itu, PPAMI melaporkan Direktur Perumda Tirta Patriot ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dengan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasalnya, temuan air tercemar itu bersamaan dengan meningkatnya anggaran operasional pengolahan air dalam laporan keuangan perusahaan.
Dalam laporan keuangan tahun 2023, biaya operasional pengolahan air tercatat sebesar Rp23,1 miliar, naik hampir lima kali lipat dibanding tahun sebelumnya Rp4,1 miliar.
Ironisnya, kenaikan tersebut tidak berdampak pada kualitas pelayanan.
Warga masih mengeluhkan air berwarna kecoklatan, berbau karat, dan sering kali berlendir.
“Anggaran membengkak, tapi air yang sampai ke rumah justru makin kotor. Ini bukan sekadar inefisiensi, tapi dugaan kuat penyalahgunaan anggaran publik,” tegas Garisah.
Warga Bekasi mengaku sudah lama mengalami persoalan air.
“Airnya keruh dan berbau, kadang berlendir. Kalau dipakai masak, warnanya berubah. Tapi kalau telat bayar, tetap kena denda,” ujar salah satu warga Bekasi Timur.
Keluhan serupa juga ramai di grup komunitas warga.
Seorang warga menulis :“Selama air PDAM masih keruh dan bercacing, kami tidak bangga dengan proyek apa pun. Air adalah kebutuhan pokok, bukan komoditas yang mengabaikan kesehatan masyarakat.”

Sekretaris DPC GRIB Kota Bekasi, Ahmad Sumantri, yang juga warga Bekasi, menilai kasus ini bukan sekadar persoalan pelayanan publik, tapi sudah menyentuh ranah hak hidup sehat warga negara.
“Air yang tercemar ini berpotensi menimbulkan penyakit. Kalau benar ada dana miliaran yang tidak dikelola dengan benar, maka itu pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas Ahmad.
Ia mendesak pemerintah daerah dan aparat hukum segera menindaklanjuti laporan PPAMI agar kepercayaan publik tidak semakin rusak.
“Warga jangan terus jadi korban. Negara harus hadir, bukan hanya menagih pembayaran air kotor,” ujarnya.dan Grib jaya kota Bekasi siap mengawal kasus ini dan siap menurunkan massa sampai kasus ini benar benar tuntas dan terang benderang
PPAMI juga menembuskan laporan tersebut ke Presiden RI, BPK, Ombudsman, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Gubernur Jawa Barat, Wali Kota Bekasi, serta Kejaksaan Tinggi dan Negeri Bekasi.
“Kami ingin hukum ditegakkan, bukan hanya karena kerugian keuangan, tapi karena pelanggaran terhadap hak hidup masyarakat dan kesehatan publik,” pungkas Garisah Idharul Haq. S.
(Red MB1)

More Stories
Dinas Perkim Manado Progres Peremajaan Dana Lingkungan Tersebar di Kecamatan Wanea -wenang – Tikala – Dikebut, Target Minggu ke-Tiga Desember Selesai 100 %
Jasa Raharja dan Tim Pembina SAMSAT Kolaborasi dengan 2.358 Merchant, Beri Reward bagi Wajib Pajak Taat Bayar
Pemdes Pasirangin Laksanakan Betonisasi Jalan dan Drainase dari Program Bankeu Tahap I