November 13, 2025

Tambang Diduga Ilegal di Lulut Klapanunggal Disorot, Lahan Kehutanan Digaruk

LULUT – BOGOR, MB1 II Aktivitas tambang Galian C di wilayah Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, diduga kuat berlangsung tanpa izin usaha resmi. Kegiatan tersebut disinyalir terjadi di atas lahan milik Perhutani, dan memunculkan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Minerba, Kehutanan, serta Migas.

Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah alat berat dan truk pengangkut batuan tampak hilir-mudik di area terbuka yang sebelumnya merupakan kawasan berhutan. Lokasi tambang tersebut, menurut informasi warga dan sumber internal kehutanan, masih masuk dalam kawasan hutan yang dikelola Perhutani.

Sejumlah warga sekitar mengeluhkan dampak lingkungan dari kegiatan tambang tersebut. Mereka menyebut udara di sekitar lokasi menjadi berdebu, jalan rusak akibat kendaraan berat, dan ancaman longsor semakin nyata.

“Kalau siang sampai sore truk-truk tanah lewat terus, debunya tebal sampai ke rumah,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Senin (10/11/2025).

Warga lain menambahkan bahwa aktivitas itu telah berlangsung cukup lama tanpa ada tindakan dari aparat.

“Setahu kami itu tanah Perhutani. Tapi tetap saja digali, katanya punya bos tambang,” ucap warga lain dengan nada heran.

Informasi yang dihimpun menyebutkan dua nama yang diduga sebagai pengendali kegiatan tambang tersebut, masing-masing berinisial AS dan S. Keduanya disebut mengatur operasional dan pemasaran hasil galian ke sejumlah proyek di Bogor dan sekitarnya.

Kegiatan tersebut diduga tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba serta UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Berdasarkan pasal 158 UU Minerba, pelaku penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

Sementara UU Kehutanan mengancam pelaku penambangan di kawasan hutan tanpa IPPKH dengan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp7,5 miliar.

Selain itu, ditemukan indikasi penggunaan BBM bersubsidi untuk alat berat, yang melanggar Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.

Aktivitas tambang di kawasan hutan bukan hanya menyalahi hukum, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi lingkungan dan negara.

Lubang-lubang besar dan tanah gundul di lokasi tambang menyebabkan erosi, rusaknya fungsi resapan air, dan ancaman banjir di musim hujan.

“Dulu banyak pohon besar, sekarang tanahnya bolong-bolong. Kalau hujan, saya khawatir airnya langsung turun ke pemukiman rumah warga,” ujar warga lainnya.

Dari sisi ekonomi negara, aktivitas tambang tanpa izin berarti hilangnya penerimaan dari royalti, pajak, dan iuran tambang. Sementara penggunaan BBM bersubsidi untuk bisnis komersial jelas merugikan masyarakat kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat.

Warga dan pemerhati lingkungan mendesak aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti kasus ini.

Polres Bogor, Polda Jawa Barat, hingga Mabes Polri diharapkan melakukan penyelidikan transparan terhadap dugaan pelanggaran berlapis-baik dari sisi Minerba, Kehutanan, maupun Migas.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta segera memverifikasi status izin tambang, sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Perhutani perlu menindak tegas pelanggaran terhadap aset negara

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Perhutani, Dinas ESDM Jawa Barat, serta aparat penegak hukum setempat belum memberikan keterangan resmi terkait keberadaan dan legalitas tambang di Desa Lulut.

Tim redaksi akan terus melakukan pemantauan dan berusaha mengonfirmasi kepada pihak yang disebut-sebut terlibat (AS dan S) untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut.

 

 

(Red)