Desember 11, 2024

Pengembalian kerugian uang negara, Begini penjelasan Advokat senior Anthony Taufan

KOTA BEKASI, MB1 II Tindak pidana korupsi menjadi salah satu masalah serius yang menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.

Namun, upaya penegakan hukum telah menunjukkan hasil yang positif, termasuk memberikan efek jera bagi kalangan aparatur pemerintahan.

Berbagai langkah pencegahan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan lembaga terkait berperan penting dalam menurunkan angka korupsi.

Hal ini tak terlepas dari upaya pencegahan yang dilakukan tiap pemerintah daerah untuk menghindari terjadinya tindak pidana korupsi, misalnya dengan pengembalian uang kerugian negara kepada BPK.

Upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan pemberian edukasi kepada pejabat negara ini memegang peranan penting dalam mengurangi kasus korupsi di Tanah Air.

Menanggapi hal tersebut salah satu seorang advokat senior pakar hukum H. Ridwan Anthony Taufan, SH, MH.Mkn, M.Si, saat dimintai keterangannya lewat telpon genggamnya pada selasa. (10/12/2024).

Ridwan Anthony Taufan sepakat jika pengembalian kerugian negara yang dilakukan pada tahap penyelidikan dapat menghentikan proses hukum tindak pidana korupsi, selama memang tidak ada indikasi Pidananya.

“Hal ini karena kerugian negara sudah dikembalikan, sehingga tidak memenuhi unsur kerugian negara. Namun, jika terdapat indikasi Perbuatan Pidana maka hal tersebut hanya akan menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan vonis yg lbh meringankan,” ungkap Pimpinan Anthony Andhika Law firm ini.

Menurut, Anthony Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, lanjut Anthony, pejabat yang menerima temuan BPK diberi waktu 60 hari untuk menindaklanjuti rekomendasi, termasuk pengembalian kerugian negara.

“Jika dalam jangka waktu tersebut kerugian tidak dikembalikan, proses hukum dapat dilanjutkan,”terangnya.

Namun, pengembalian kerugian negara tidak menghentikan proses hukum pidana. Pengembalian tersebut hanya dianggap sebagai faktor yang meringankan hukuman, bukan sebagai alasan untuk menghentikan penyidikan atau penuntutan.

“Oleh karena itu, meskipun seorang pejabat telah mengembalikan kerugian negara sesuai temuan BPK, ia tetap dapat dijerat hukum jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Pengembalian kerugian negara tidak menghapus pertanggungjawaban pidana atas perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan,” papar Anthony.

Lebih lanjut, advokat yang menggeluti dan memiliki segudang pengalaman dibidang hukum itu menyampaikan dasar hukum yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

“Dalam undang-undang ini, tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa pengembalian kerugian negara dapat menghapus tindak pidana korupsi. Pengembalian uang hanya menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan hukuman, ” jelasnya

“Kemudian pada Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara oleh pelaku tindak pidana korupsi tidak menghapuskan tindak pidananya. Dengan kata lain, pelaku tetap dapat diadili dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya,”ujar Anthony.

Selain itu, Anthony juga menyampaikan beberapa faktor penting dalam proses hukum. Antara lain pengembalian uang hasil korupsi dapat digunakan sebagai alasan yang meringankan hukuman.

“Misalnya, hakim dapat mempertimbangkan niat baik pelaku yang mengembalikan uang tersebut. Namun, jika pelaku terbukti bersalah, ia tetap akan dikenakan sanksi pidana, baik berupa penjara, denda, maupun sanksi lainnya,”pungkasnya.

 

 

 

(Imron R)