September 20, 2024

Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk Oleh Pengkhianatan Konstitusi

JAKARTA – MB1 || Mahkamah Konstitusi pada Senin [16/10/2023] lalu telah menetapkan batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden paling rendah adalah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Putusan ini menguatkan ketentuan soal batas usia capres-cawapres yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Putusan MK ini, sontak memantik reaksi publik. Putusan MK yang meloloskan Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang tak lain putra sulung presiden Jokowi, melengkapi rangkaian pelemahan demokrasi yang intens selama lima tahun terakhir.

Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar, jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti. Ini merupakan bagian dari rentetan perisrtiwa yang menandai kemunduran demokrasi, hanya untuk menuntaskan hasrat terus ingin berkuasa dengan berbagai cara. Ini juga merupakan bentuk praktik korupsi, kolusi dan nepotisme [KKN], dan publik disuguhi politik dinasti yang memuakkan, tak tahu malu dan tak tahu diri.

Putusan MK tersebut, yang memberi karpet merah untuk Gibran, telah menciderai demokrasi dan akal sehat. Kredibilitas hakim MK pun patut dipertanyakan.

Seorang hakim itu bertugas mewakili suara Tuhan, maka putusan hakim yang sama-sama kita ketahui adalah satu keadilan dan kepastian Hukum, untuk semua rakyat Indonesia tanpa ada kepentingan.

Hal yang dilakukan oleh seorang ketua MK Anwar Usman sebagai wakil Tuhan menurut saya sebagai orang Hukum adalah melanggar Hukum pada pasal 24 huruf C UUD 1945 tentang kewenangan MK dalam memutus sebagian gugatan usia capres beberapa waktu lalu masuk pada pelanggaran kewenangan MK. Pelanggaran etik karena Anwar Usman yang memutus gugatan no 90 adalah pamannya Gibran, dan putusan tersebut ternyata digunakan oleh Gibran untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Dimana yah ilmu Hukum Indonesia sebagai Negara Hukum.

Terkait kejadian dengan kejadian gempa Hukum itu malah Presiden Jokowi menyatakan pelaksanaan pemilu 2024 harus netral, apakah itu sebuah pernyataan yang benar, karena putranya maju sebagai cawapres apakah kita sebagai rakyat bisa percaya.

Saya mengingatkan untuk para pemimpin bangsa ini, ingat hidup kita hanya titipan bak kata orang jawa, urip iku mung sakdremo mampir ngombe [ hidup itu sementara, tak lebih seperti orang singgah untuk minum].

Reformasi kembali ke titik nol.Mundurnya reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, telah dikhianati.

Mari kita ingat Hukum Tuhan di hari akhir agar kita semua tidak berbuat kebohongan untuk Bangsa di Negara Hukum Indonesia.

 

 

 

(NURYANA)