Oktober 10, 2024

Pimpin Jateng Dua Periode, Ganjar Pranowo Membangun 818 Desa Wisata

JAKARTA – MB1 || Keberadaan desa wisata saat ini memiliki daya pikat yang baik. Bukan saja karena Indonesia terdiri dari beragam tradisi dan kebudayaan, namun kekayaan alam yang terbentang antara desa satu dengan desa yang lain memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Sehingga ketika wisatawan mencoba untuk mengetahui lebih dalam salah satu desa wisata di Indonesia, sudah barang tentu akan mengunjungi. Oleh karena itu, prinsip utama yang diterapkan oleh desa adalah bagaimana nilai-nilai luhur baik tradisi maupun kebudayaan yang melekat dan sudah menjadi karakter harus tetap terlindungi.

Ganjar Pranowo, saat memimpin Jawa Tengah selama dua periode, memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan desa wisata berbasis masyarakat.

Ganjar berprinsip, dalam mengembangkan desa wisata, pemerintah bersama masyarakat sudah semestinya mengembangkan konsep Bhinneka Tunggal Ika. Yaitu, prinsip perbedaan yang ada di desa namun tetap mencerminkan jati diri bangsa. Beragam kebudayaan, tradisi, keindahan alam, kerajinan dan lain yang menjadi identitas suatu daerah, merupakan sebagian kecil kekayaan yang dimiliki Indonesia. Itulah yang kemudian menjadi satu konsentrasi dan landasan untuk mengembangkan desa menjadi destinasi wisata tanpa adanya persaingan dalam merebut wisatawan.

Dengan berkembangnya desa wisata, Ganjar meyakini akan mampu mendongkrak ekonomi masyarakat, menuju masyarakat yang sejahtera.

Dalam memajukan desa wisata, Ganjar menggandeng sejumlah pihak untuk bersinergi. dalam memajukan potensi desa wisata, hingga 2023 Jawa Tengah telah memiliki 818 desa wisata.

Jumlah tersebut meningkat sejak 2018 sebanyak 229 desa, 2019 sebanyak 353 desa, 2020 sebanyak 633 desa, dan 2021 sebanyak 717 desa.

“Sudah ada contoh-contoh bagus dari sisi pembangunan desa wisata, ekonomi kreatif, UMKM, terus ada sukses dari sisi inklusifitas keuangan termasuk literasinya,” kata Ganjar saat rapat koordinasi daerah dan pleno TPAKD se-Jawa Tengah, bertajuk ‘Percepatan Pemulihan dan Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah Melalui Kemandirian Ekonomi Desa’ di Hotel Gumaya, Semarang, Kamis (27/4) lalu.

Ganjar memaparkan, sejak tahun 2013 hingga tahun 2022, Pemerintah Provinsi Jateng telah merealisasikan bantuan keuangan untuk pemerintah desa senilai Rp 7.786.324.463 di 140.237 titik lokasi.

Tak hanya itu, pada 2022, Jateng juga menjadi provinsi dengan penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKM terbesar se-Indonesia dengan nilai Rp 55,27 triliun. Capaian tersebut membuat ekonomi daerah, khususnya ekonomi desa semakin mandiri.

“Sekarang desa-desa yang cukup berhasil, UMKM cukup berhasil, usaha-usaha lainnya di level lokal yang cukup berhasil, itu kita tampilkan agar yang lain tinggal meniru saja,” papar Ganjar.

Sementara itu, tingkat literasi keuangan Jateng pada tahun 2022 juga meningkat di atas 50 persen, yakni 51,69 persen. Angka tersebut meningkat dari tahun 2019 yang hanya 47,38 persen.

Tingkat inklusi keuangan Jateng juga turut meningkat di tahun 2022 yang berada di angka 85,97 persen. Capaian tersebut meningkat dari tahun 2019, yakni 65,71 persen.

“Karena literasi sudah di atas 50 persen, maka ini PR untuk ditingkatkan. Tapi inklusifitasnya kita cukup tinggi, sudah di atas 80 persen,” jelas Ganjar.

Dengan banyaknya peningkatan tersebut, Ganjar mengharapkan desa wisata di Jateng bisa bertambah dan terus mengoptimalkan potensi daerah. Hal itu, juga harus dibarengi dengan UMKM yang selama ini menjadi andalan ekonomi kerakyatan.

“Maka ini kita harapkan menjadi satu indikator bahwa di usaha kecil menengah, terus kemudian desa wisata atau usaha lain, bisa di-gaspol dengan mandiri,” pungkas Ganjar.

Pengembangan desa wisata, juga akan menjadi program prioritas Ganjar Pranowo ketika nanti terpilih sebagai Presiden RI mendatang.

Menurut Ganjar, seluruh elemen yang ada di desa merupakan potensi yang memiliki daya tarik wisatawan. Lebih dari itu, desa mampu menyuguhkan tradisi, budaya, lingkungan, dan aktivitas yang belum tentu dimiliki desa lain. Artinya, sebuah tatanan kehidupan sosial masyarakat setidaknya memberi harapan bahwa aspek kepariwisataan yang dibangun dan dikembangkan tidak lepas dari pola kehidupan mereka.

 

 

(Red MB1)