Juli 12, 2025

Kuasa Hukum Brata Ruswanda: Surat Tanah Adat Sah, Didukung Kesaksian Aparat Penegak Hukum

KOTAWARINGIN BARAT, MB1 II Sidang lanjutan perkara sengketa tanah atas nama almarhum Brata Ruswanda kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas II B Pangkalan Bun, Kamis (10/7/2025). Perkara ini tercatat dalam register dengan nomor 17/Pdt.G/2025/PN Pbu.

Kuasa hukum penggugat, Poltak Silitonga, menghadirkan empat orang saksi dari institusi kepolisian, terdiri dari tiga anggota Polda Kalimantan Tengah dan satu dari Polres Kotawaringin Barat. Mereka dihadirkan untuk memperkuat keabsahan surat keterangan tanah adat milik Brata Ruswanda yang diterbitkan pada tahun 1973 oleh Kepala Kampung saat itu, Gusti Ahmad Yusuf.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Erick Ignatius, didampingi hakim anggota Christoffel dan Widana. Dalam keterangannya kepada awak media, Poltak menyatakan bahwa surat tersebut telah diperiksa oleh penyidik Polda Kalteng dan Polres Kobar sekitar tahun 2014–2015, dan hasilnya menyatakan tidak ditemukan indikasi pemalsuan.

“Penyidik kala itu bahkan sempat memeriksa langsung Gusti Ahmad Yusuf semasa hidupnya. Beliau menegaskan bahwa surat itu benar ditandatangani olehnya,” ujar Poltak.

Meski Gusti Ahmad Yusuf kini telah wafat, kesaksian para penyidik yang pernah memeriksanya dinilai sah secara hukum dan dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. Poltak pun mengapresiasi keberanian institusi kepolisian dalam menghadirkan anggotanya sebagai saksi.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Kapolda dan Kapolres atas izin yang diberikan. Ini menunjukkan keberpihakan kepada kebenaran dan keadilan,” ucapnya.

Sidang selanjutnya direncanakan akan menghadirkan saksi dari pihak tergugat, termasuk perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, serta pihak terkait lainnya.

Perkara ini menyangkut status kepemilikan atas sebidang tanah yang terletak di Jalan Rambutan, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan. Sengketa tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun dan kini memasuki tahapan pembuktian yang dianggap krusial.

Poltak juga memaparkan hasil penyelidikan tambahan pada tahun 2013 yang mendukung klaim kliennya, termasuk ditemukannya dokumen pinjam pakai lahan yang dinilai sah. Ia juga mempertanyakan status aset tanah tersebut setelah diberlakukannya otonomi daerah pada 1996, terutama terkait dokumen resmi seperti SK Gubernur, keputusan DPRD, maupun surat persetujuan dari Bupati yang menyatakan tanah itu sebagai aset pemerintah provinsi.

Kesaksian Lokoneko, mantan Kepala Bagian Aset Kabupaten Kobar, turut memperkuat klaim pihak penggugat. Lokoneko menyatakan tidak pernah melihat adanya SK Gubernur yang menetapkan tanah tersebut sebagai milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.

Dukungan juga datang dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang menyatakan tidak pernah menerima keberatan resmi atas penerbitan sertifikat tanah atas nama Brata Ruswanda. Selain itu, BPN juga tidak menemukan keberadaan SK Gubernur sebagaimana diklaim oleh pihak tergugat.

Sidang ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga seluruh saksi dari kedua belah pihak memberikan keterangan sebelum memasuki tahap kesimpulan dan pembacaan putusan.

 

 

 

(M. Natsir/Sukarji)