PANGKAL PINANG, MB1 II Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menegaskan bahwa keputusan penghentian penyelidikan terhadap dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kasus tersebut sebelumnya dilaporkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), namun dianggap tidak memiliki dasar bukti yang kuat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan. Jumat (1/8/2025)
Penegasan tersebut tertuang dalam surat pemberitahuan perkembangan penanganan dumas (SP3D) yang ditandatangani Kepala Biro Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Sumarto. Surat tersebut dikirimkan kepada Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah dan dibagikan kepada publik pada Kamis (31/7/2025).
“Penghentian penyelidikan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” bunyi keterangan dalam surat SP3D tersebut.
Brigjen Sumarto menjelaskan bahwa fakta-fakta yang diserahkan oleh pihak pelapor, dalam hal ini TPUA, masuk dalam kategori data sekunder. Data tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sah untuk dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana.
“Data-data dari TPUA dinilai tidak bisa dijadikan alat bukti dalam perkara yang disebutkan,” ujar Sumarto dalam suratnya.
Namun, TPUA mengajukan keberatan atas keputusan penghentian penyelidikan tersebut. Mereka menilai bahwa alasan yang disampaikan Biro Wassidik Bareskrim tidak sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun Peraturan Kapolri (Perkapolri).
“Bahwa penghentian penyelidikan 22 Mei 2025 yang dibenarkan dalam SP3D 25 Juli 2025 berdasar alasan ‘sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku’ tidaklah benar, karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP maupun Perkapolri,” tulis TPUA dalam surat keberatannya yang ditandatangani Rizal Fadillah dan diterbitkan Selasa (29/7/2025).
Rizal juga menyoroti gelar perkara khusus yang dilakukan pada 9 Juli 2025, di mana Presiden Jokowi tidak hadir secara langsung dan ijazah asli yang dipersoalkan juga tidak ditunjukkan saat gelar perkara tersebut berlangsung.
Menurutnya, keberadaan ijazah asli sangat krusial untuk diuji secara langsung dalam proses pembuktian. TPUA merasa bahwa penyidik seharusnya membedakan dengan jelas antara barang bukti dan alat bukti dalam perkara hukum.
“Pasal 184 KUHAP menyatakan bahwa alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa,” tegas Rizal Fadillah.
Lebih lanjut, TPUA menilai bahwa Bareskrim tidak seharusnya menghentikan penyelidikan secara sepihak sebelum proses pembuktian dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu, mereka meminta agar Biro Wassidik mengadakan gelar perkara ulang dengan menghadirkan semua bukti dan pihak terkait.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Djuhandhani Rahardjo Puro, telah menyatakan bahwa penghentian penyelidikan kasus ijazah palsu Presiden Jokowi merupakan hasil dari pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk uji forensik terhadap dokumen ijazah.
“Dari proses pengaduan dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya,” kata Djuhandhani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, 22 Mei 2025 lalu.
Menurut Djuhandhani, penyidik telah mengantongi dokumen asli ijazah Sarjana Kehutanan atas nama Joko Widodo dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 1681 KT yang dikeluarkan pada 5 November 1985 oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ijazah tersebut kemudian diuji di laboratorium forensik dengan membandingkan berbagai elemen fisik dari ijazah milik tiga orang rekan seangkatan Jokowi. Unsur-unsur yang diuji meliputi bahan kertas, pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tanda tangan dekan maupun rektor.
“Telah diuji secara laboratoris berikut sampel pembanding dari tiga rekan pada masa menempuh perkuliahan di Fakultas Kehutanan UGM meliputi bahan kertas, pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan milik dekan dan rektor dari peneliti tersebut, maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama,” ungkap Djuhandhani.
Hasil uji laboratorium tersebut menjadi dasar kuat bagi Bareskrim untuk menyimpulkan bahwa tidak terdapat pemalsuan dalam dokumen ijazah tersebut. Dengan demikian, laporan dari TPUA tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Kendati begitu, TPUA tetap mendorong agar proses hukum dilanjutkan dan meminta transparansi dalam penanganan kasus, khususnya yang menyangkut integritas pejabat publik. Mereka menyatakan akan terus memperjuangkan pengungkapan fakta secara hukum dengan cara yang sah dan sesuai konstitusi.
( AGUNG/DHARMA )
More Stories
Polres Bangka Barat Olahraga Pagi di Bukit Menumbing, Kenalkan Nilai Sejarah kepada Personel
Kunjungi Lapas Kelas IIA Pangkalpinang, Kapolda Babel Cek Sistem Keamanan dan Berikan Motivasi Ke Warga Binaan
Polri Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Beras Tak Sesuai Standar Mutu, Termasuk Direktur Utama PT FS