Juli 3, 2025

Bongkar Praktik Gelap Zirkon: Ratusan Ton Mengendap, PT BBSJ Jadi Sorotan Komisi III DPRD Babel

BANGKA BARAT, MB1 II Praktik penimbunan pasir zirkon ilegal di Kabupaten Bangka akhirnya terkuak setelah Komisi III DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke PT. Bersahaja Berkat Sahabat Jaya (BBSJ), Kamis (19/6/2025). Fakta mencengangkan pun ditemukan: ratusan ton pasir zirkon tersimpan di dalam gudang milik perusahaan tersebut, menyisakan tanda tanya besar mengenai legalitas dan asal-usul material tambang bernilai tinggi ini. Selasa (1/7/2025).

Sidak yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Babel, Imelda, menjadi titik balik dalam pengungkapan praktik gelap di sektor pertambangan mineral ikutan di daerah ini.

Imelda yang dikenal vokal dalam isu lingkungan dan pertambangan mengungkapkan bahwa PT. BBSJ mengklaim mendapatkan bahan baku dari dua perusahaan, yakni PT. BCP dan PT. BMA.

Namun, hasil penelusuran ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Babel membuktikan sebaliknya.

“Kedua perusahaan tersebut belum menunjukkan tanda-tanda operasi produksi sama sekali,” tegas Imelda kepada wartawan. Pernyataan ini pun memperkuat dugaan bahwa zirkon yang ditimbun PT. BBSJ berasal dari sumber yang tidak sah atau setidaknya belum dapat dipertanggungjawabkan legalitasnya.

Tak hanya itu, PT. BBSJ juga mengaku membeli SHP (sisa hasil pengolahan/tailing) dari para mitra PT. Timah Tbk, tanpa keterangan yang jelas soal prosedur pengadaan maupun legalitasnya.

Imelda menyebut praktik ini sebagai zona abu-abu yang bisa menjadi celah pelanggaran hukum.

“Mereka beli tailing dari siapa saja yang mau menjual. Ini praktik yang tak sehat dan perlu diselidiki lebih dalam oleh aparat penegak hukum,” tegas politisi Partai Golkar tersebut.

Lebih mencurigakan lagi, saat tim Komisi III DPRD Babel hendak memasuki area pengolahan utama milik PT. BBSJ, sempat terjadi upaya penghadangan.

Hal ini dianggap sebagai bentuk ketidaktransparanan dan menambah kecurigaan bahwa aktivitas di dalam pabrik tidak sepenuhnya legal dan terbuka untuk diaudit publik.

Dari penelusuran media ini, diketahui bahwa PT. BBSJ merupakan salah satu perusahaan mitra pengolahan yang sejak 2019 memperoleh SPK (surat perintah kerja) dari PT. Timah Tbk. SPK tersebut memungkinkan perusahaan mengolah sisa hasil tambang untuk meningkatkan kadar timah dari low grade menjadi high grade (siap lebur), termasuk melakukan pemisahan mineral ikutan seperti zirkon dan monazite.

Namun, laporan produksi yang valid terkait aktivitas tersebut nyaris tidak pernah muncul ke permukaan.

“Sejak awal, data terkait hasil pemisahan mineral ikutan dan produksi timah tidak pernah transparan. Ini yang jadi masalah,” ujar salah satu sumber internal yang enggan disebut namanya.

Lebih lanjut, sumber yang sama menyebut bahwa aktivitas ekspor mineral ikutan oleh mitra pengolahan, termasuk PT. BBSJ, selama ini berjalan tanpa adanya kejelasan tentang izin pemasaran dan legalitas asal barang.

“Kalau PT. Timah sendiri hanya menerima bijih timah dengan kadar tinggi, bagaimana dengan zirkon dan monazite? Ke mana dan dengan izin apa mereka ekspor?”

Pertanyaan itu semakin relevan ketika informasi yang diterima menyebut bahwa SPK kerja sama pengolahan antara PT. Timah dan mitranya, termasuk PT. BBSJ, sudah tidak aktif sejak mencuatnya kasus korupsi timah senilai Rp300 triliun yang menyeret jajaran direksi PT. Timah era M. Riza Pahlevi Tabrani.

Lalu, jika SPK sudah tidak berlaku dan bahan baku dari PT. Timah tidak lagi disuplai, dari mana PT. BBSJ memperoleh ratusan ton zirkon yang kini ditemukan di gudangnya?

Publik pun mulai berspekulasi: apakah temuan ini hanya puncak dari gunung es praktik ilegal yang selama ini ditutupi? Apakah ini bagian dari jaringan distribusi mineral ikutan tanpa izin yang lebih luas dan sistemik? Kecurigaan semakin menguat dengan dugaan keterkaitan PT. BBSJ dengan polemik pertambangan di wilayah Puri Ansel yang sempat mencuat ke permukaan beberapa waktu lalu.

Imelda pun tidak menampik dugaan tersebut. Ia secara terbuka menyatakan bahwa perlu ada pengusutan tuntas terhadap keterkaitan antarperusahaan dan skema distribusi mineral ikutan.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ada potensi pidana dan pengabaian terhadap kedaulatan negara atas kekayaan alam,” katanya.

Komisi III DPRD Babel telah merekomendasikan agar kasus ini segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Polda dan Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung diminta turun tangan untuk menyelidiki secara menyeluruh asal-usul zirkon, legalitas pengolahan, serta jalur ekspor yang digunakan oleh PT. BBSJ.

Sementara itu, masyarakat berharap agar langkah tegas diambil, bukan hanya sebatas reaksi sesaat, melainkan pembenahan total terhadap mekanisme pengawasan mineral ikutan di Babel.

“Sudah terlalu lama praktik semacam ini terjadi di depan mata. Penegak hukum harus menunjukkan taringnya,” ujar Sulaiman, tokoh masyarakat di Merawang, tempat PT. BBSJ beroperasi.

Pertanyaan besar pun menggantung: apakah kasus ini akan dibongkar hingga ke akar, atau kembali menguap seperti skandal tambang lainnya? Jawabannya ada pada keberanian aparat hukum dan kemauan politik pemerintah daerah untuk menjaga martabat daerah dari cengkeraman mafia tambang.

 

 

 

 ( AGUNG/DHARMA )